Panggil Aku Angkie Yudistia
Ketika
keterbatasan mendengar
menjadi sebuah kelebihan
menjadi sebuah kelebihan
Sosok perempuan inspiratif tersebut adalah Angkie
Yudistia. Seiring berjalannya perbincangan malam itu lambat laun terkuak,
apabila narasumber ternyata penyandang tuna rungu. Ia menceritakan perjuangan
beberapa bagian dari kisah hidupnya. Angkie mengungkapkan bahwa mengalami
diskriminasi merupakan hal lazim yang dialami, karena ia menjalani pendidikan
di sekolah umum. Sebagai penyandang tuna rungu ia selalu dikucilkan oleh
kawan-kawan sebayanya. “Ketika di jenjang SD, SMP dan SMA, saya selalu jadi
pusat perhatian, namun kala itu saya tidak mendapat perhatian karena berhasil
jadi artis remaja atau bintang iklan. Mereka memperhatikan, karena saya adalah
seorang tuna rungu, yang acapkali bicara terbata-bata dan amat jarang merespon
teguran atau bahkan sapaan orang-orang sekitar…” ujarnya dalam acara tersebut.
Perbincangan dalam acara tersebut kurang berlangsung
lama dan belum terlalu berhasil mengupas sosok Angkie. Setelah itu, saya
beranjak tidur dengan kekaguman terhadapnya, meskipun belum terlalu puas
mengenal sosoknya melalui acara Radio Show. Selang beberapa hari
kemudian, ketika sedang memulai makan malam saya memindahkan saluran televisi
ke acara Hitam Putih di Trans 7. Kala itu Dedy Corbuzier sedang
memperbincangkan suatu tema dengan narasumber pertama. Tema yang mereka
perbincangkan tidak terlalu menarik perhatian, sehingga saya tidak terlalu
fokus menyaksikan. Setelah beberapa kali jeda iklan, tiba giliran bagi Dedy
Corbuzier mengundang narasumber berikutnya. Mata dan telinga saya langsung
fokus, ketika pembawa acara memanggil nama narasumber, yakni: Angkie Yudistia.
Ternyata benar. Beberapa hari lalu saya telah menyaksikannya di acara Radio
Show dan malam itu ia kembali menjadi narasumber di acara Hitam Putih.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, demikianlah yang saya rasakan, karena kala itu
saya belum terlalu puas mendapat informasi mengenai sosoknya.
Dalam acara Hitam Putih tersebut saya lebih
banyak mendapatkan informasi. Hal yang paling mengharukan, ketika Angkie menceritakan
mengenai wawancara kerja yang pernah dialami. Ia kerapkali menyebutkan bahwa
dirinya adalah seorang tuna rungu dalam setiap wawancara kerja.
Kejujurannya mengakibatkan ia selama berbulan-bulan telah ditolak hingga lebih
dari 20 perusahaan dengan alasan yang beragam, namun pada intinya sama, mereka
tidak menghargai kekurangan seseorang! Hal yang paling menyakitkan ia
alami, ketika perusahaan yang dilamar menolaknya mentah-mentah, karena
mengetahui bahwa Angkie tidak dapat menggunakan fasilitas telepon.
Selain itu, pada acara Hitam Putih Angkie juga
mengungkapkan bahwa ia menuliskan kisah perjuangan hidupnya ke dalam buku
berjudul Perempuan Tuna Rungu Menembus Batas. Dalam kesempatan itu ia
mengungkapkan beberapa hal yang dibahas dalam buku
yang ditulisnya. Pada
intinya dalam buku tersebut ia hendak memotivasi individu-individu yang
memiliki kekurangan untuk mampu bangkit dan menjadikan kekurangan yang dimiliki
ditransformasikan sebagai kelebihan. Malam itu kekaguman saya terhadap sosok
dan kiprahnya semakin membuncah. Saya memutuskan untuk mengangkat sosok Angkie
dalam pembelajaran di sekolah. Dalam pembelajaran di kelas saya mengungkapkan
sosok Angkie yang tidak mengenal kata menyerah untuk mampu berdikari (berdiri
di atas kaki sendiri), meskipun ia memiliki kekurangan. Selama pembelajaran
murid-murid antusias dan menyimak, karena tokoh yang saya tampilkan merupakan
sosok yang tangguh serta tegar mengarungi kehidupan yang terkadang tak ramah
kepada Angkie. Selepas diundang dua acara televisi tersebut, Angkie semakin
memiliki kesempatan lebih luas untuk menyebarkan untuk menghormati kaum
disabilitas, karena ia sekarang sudah menjadi bintang iklan dan duta di
beberapa produk.
Setelah beberapa kali saya menyaksikan sosok Angkie di
layar kaca. Tak terduga saya dapat tergabung bersama Angkie sebagai kontributor
dalam buku berjudul Jakarta Banget. Buku tersebut merupakan proyek
kerjasama antara LSM Rotary Jakarta Batavia dan nulisbuku.com
dalam rangka memeriahkan HUT Jakarta ke-485. Tulisan Angkie dalam buku tersebut
mempunyai judul Melongok Pelajar Tuna Rungu di SLB. Sedangkan tulisan
saya mempunyai judul Asal Mula Nama Kawasan di Jakarta. Dua hal yang
membahagiakan bagi saya adalah dapat bersama dengan sosok Angkie dalam suatu
buku dan royalti buku disumbangkan ke yayasan pendamping disabilitas.
Sosok Angkie menginspirasi kepada saya bahwa untuk
mengugah kesadaran tidak cukup hanya dengan media lisan, melainkan perlu juga
menyinergikan dengan media tulisan. Ungkapan dalam Bahasa Latin verba molan
scripta manent mempertegas bahwa ucapan cepat menghilang, sedangkan tulisan
akan terus terpatri. Begitu pula yang dilakukan oleh Angkie, selain kerap
diundang untuk berbicara mengenai kaum disabilitas, ia pun menulis buku agar
dapat lebih banyak menjangkau masyarakat dalam upaya penyadaran terhadap hak
dan kewajiban yang setara untuk penyandang disabilitas di Indonesia. Melalui
tiap usaha yang dilakukan Angkie lewat media lisan maupun tulisan diharapkan
semakin berkurang diskriminasi terhadap penyandang disabilitas di Indonesia,
karena penyandang disabilitas tak pernah mengharapkan terlahir dengan
kekurangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar