Selasa, 19 Februari 2013

keterbatasan menjadi kelebihan



Panggil Aku Angkie Yudistia
Ketika keterbatasan mendengar
menjadi sebuah kelebihan

Sosok perempuan inspiratif tersebut adalah Angkie Yudistia. Seiring berjalannya perbincangan malam itu lambat laun terkuak, apabila narasumber ternyata penyandang tuna rungu. Ia menceritakan perjuangan beberapa bagian dari kisah hidupnya. Angkie mengungkapkan bahwa mengalami diskriminasi merupakan hal lazim yang dialami, karena ia menjalani pendidikan di sekolah umum. Sebagai penyandang tuna rungu ia selalu dikucilkan oleh kawan-kawan sebayanya. “Ketika di jenjang SD, SMP dan SMA, saya selalu jadi pusat perhatian, namun kala itu saya tidak mendapat perhatian karena berhasil jadi artis remaja atau bintang iklan. Mereka memperhatikan, karena saya adalah seorang tuna rungu, yang acapkali bicara terbata-bata dan amat jarang merespon teguran atau bahkan sapaan orang-orang sekitar…” ujarnya dalam acara tersebut.
Perbincangan dalam acara tersebut kurang berlangsung lama dan belum terlalu berhasil mengupas sosok Angkie. Setelah itu, saya beranjak tidur dengan kekaguman terhadapnya, meskipun belum terlalu puas mengenal sosoknya melalui acara Radio Show. Selang beberapa hari kemudian, ketika sedang memulai makan malam saya memindahkan saluran televisi ke acara Hitam Putih di Trans 7. Kala itu Dedy Corbuzier sedang memperbincangkan suatu tema dengan narasumber pertama. Tema yang mereka perbincangkan tidak terlalu menarik perhatian, sehingga saya tidak terlalu fokus menyaksikan. Setelah beberapa kali jeda iklan, tiba giliran bagi Dedy Corbuzier mengundang narasumber berikutnya. Mata dan telinga saya langsung fokus, ketika pembawa acara memanggil nama narasumber, yakni: Angkie Yudistia. Ternyata benar. Beberapa hari lalu saya telah menyaksikannya di acara Radio Show dan malam itu ia kembali menjadi narasumber di acara Hitam Putih. Pucuk dicinta ulam pun tiba, demikianlah yang saya rasakan, karena kala itu saya belum terlalu puas mendapat informasi mengenai sosoknya.
Dalam acara Hitam Putih tersebut saya lebih banyak mendapatkan informasi. Hal yang paling mengharukan, ketika Angkie menceritakan mengenai wawancara kerja yang pernah dialami. Ia kerapkali menyebutkan bahwa dirinya adalah seorang tuna rungu dalam setiap wawancara kerja. Kejujurannya mengakibatkan ia selama berbulan-bulan telah ditolak hingga lebih dari 20 perusahaan dengan alasan yang beragam, namun pada intinya sama, mereka tidak menghargai kekurangan seseorang! Hal yang paling menyakitkan ia alami, ketika perusahaan yang dilamar menolaknya mentah-mentah, karena mengetahui bahwa Angkie tidak dapat menggunakan fasilitas telepon.
Selain itu, pada acara Hitam Putih Angkie juga mengungkapkan bahwa ia menuliskan kisah perjuangan hidupnya ke dalam buku berjudul Perempuan Tuna Rungu Menembus Batas. Dalam kesempatan itu ia mengungkapkan beberapa hal yang dibahas dalam buku
yang ditulisnya. Pada intinya dalam buku tersebut ia hendak memotivasi individu-individu yang memiliki kekurangan untuk mampu bangkit dan menjadikan kekurangan yang dimiliki ditransformasikan sebagai kelebihan. Malam itu kekaguman saya terhadap sosok dan kiprahnya semakin membuncah. Saya memutuskan untuk mengangkat sosok Angkie dalam pembelajaran di sekolah. Dalam pembelajaran di kelas saya mengungkapkan sosok Angkie yang tidak mengenal kata menyerah untuk mampu berdikari (berdiri di atas kaki sendiri), meskipun ia memiliki kekurangan. Selama pembelajaran murid-murid antusias dan menyimak, karena tokoh yang saya tampilkan merupakan sosok yang tangguh serta tegar mengarungi kehidupan yang terkadang tak ramah kepada Angkie. Selepas diundang dua acara televisi tersebut, Angkie semakin memiliki kesempatan lebih luas untuk menyebarkan untuk menghormati kaum disabilitas, karena ia sekarang sudah menjadi bintang iklan dan duta di beberapa produk.
Setelah beberapa kali saya menyaksikan sosok Angkie di layar kaca. Tak terduga saya dapat tergabung bersama Angkie sebagai kontributor dalam buku berjudul Jakarta Banget. Buku tersebut merupakan proyek kerjasama antara LSM Rotary Jakarta Batavia dan nulisbuku.com dalam rangka memeriahkan HUT Jakarta ke-485. Tulisan Angkie dalam buku tersebut mempunyai judul Melongok Pelajar Tuna Rungu di SLB. Sedangkan tulisan saya mempunyai judul Asal Mula Nama Kawasan di Jakarta. Dua hal yang membahagiakan bagi saya adalah dapat bersama dengan sosok Angkie dalam suatu buku dan royalti buku disumbangkan ke yayasan pendamping disabilitas.
Sosok Angkie menginspirasi kepada saya bahwa untuk mengugah kesadaran tidak cukup hanya dengan media lisan, melainkan perlu juga menyinergikan dengan media tulisan. Ungkapan dalam Bahasa Latin verba molan scripta manent mempertegas bahwa ucapan cepat menghilang, sedangkan tulisan akan terus terpatri. Begitu pula yang dilakukan oleh Angkie, selain kerap diundang untuk berbicara mengenai kaum disabilitas, ia pun menulis buku agar dapat lebih banyak menjangkau masyarakat dalam upaya penyadaran terhadap hak dan kewajiban yang setara untuk penyandang disabilitas di Indonesia. Melalui tiap usaha yang dilakukan Angkie lewat media lisan maupun tulisan diharapkan semakin berkurang diskriminasi terhadap penyandang disabilitas di Indonesia, karena penyandang disabilitas tak pernah mengharapkan terlahir dengan kekurangan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar